Kamis, Juli 18

Sastra Cafe, Seni Manifesco



Sastra Cafe, Seni Manifesco

Tepuk tangan pengunjung tiba-tiba bergema malam itu. Saat pita berwarna merah putih yang terbentang di muka teras Kafe Manifesco jatuh terjuntai setelah Bupati Pamekasan, H. Badrut Tamam, menguntingnya. Itulah sesi puncak Grand Opening Kafe Manifesco. Sekaligus penanda bahwa kafe yang terletak di Jl. Jalmak No. 8 Pamekasan itu resmi menjadi bagian dari laju ekonomi kabupaten yang dulu, di masa kolonial, pernah menjadi Karesidenan Madura. 

“Semoga ini menjadi salah satu ikhtiar menjemput asa menuju Pamekasan Hebat, semoga tempat ini menjadi salah satu upaya membangkitkan segala sektor pembangunan, termasuk ekonomi,” tegas Bupati muda yang resmi dilantik pada akhir september tahun lalu itu dalam pidato sambutannya (15/07/19). 

Sejak dilantik, orang nomer satu di Pamekasan itu memang fokus  mendongkrak perekonomian daerah dengan perputaran uang di Pamekasan sebagai salah satu target utama membuat perubahan di kabupaten seluas 792,2 km persegi itu. 

“Pemerintah kabupaten akan terus mendorong adanya usaha kreatif dan ekonomi produktif terus tumbuh di kalangan masyarakat bawah” ujarnya. Angin malam mendadak bersiur. Menyapu debu di halaman kafe. Dalam dingin. 

Upaya pemerintah itu rupanya disambut baik oleh para pebisnis. Cafe di Pamekasan, Madura, tumbuh bak karat di rel kereta. Menyebar mulai dari pusat kota hingga ke pelosok-pelosok desa. Termasuk Kafe Manifesco. Namun dari banyak kafe di Pamekasan, Manisfeco tergolong unik. Taglinenya: kopi, buku, dan ide. Menyediakan perpustakaan gratis bagi pengunjungnya. Ada ratusan buku yang dipajang dan bisa dibaca sambil ngopi dan ngemil kentang. Dengan berbagai judul dan tema. Juga memberikan kebebasan untuk pengunjung dalam berekspresi, seperti membaca puisi atau menyanyi. Dan semuanya gratis. Baca buku gratis. Baca puisi gratis. Ngeband gratis. Makan minumnya bayar. 

“Saya akan mempertahankan konsep cafe ini. Buku, kopi dan ide. Saya ingin seni dan sastra tumbuh berkembang seiring dengan laju ekonomi” ujar pemilik Manifesco, Achmad Maghfur, atau yang kerap disapa Mapung saat saya temui di acara talk show seni rupa. Saya menemuinya pada malam kedua Grand Opening kafe miliknya. Dan saya rasa pernyataan itu memang tak sekedar isapan jempol belaka. 

Lihat saja acara grand openingnya yang digelar dari 15 sampai 17 Juli. Berkolaborasi dengan Dewan Kesenian Pamekasan (DKP), komunitas seni Artzheimer, Madura Photography Center (MPC), cafe yang berdiri tepat di samping SMPN 8 Pamekasan itu menggelar serangkaian acara seni dengan tema Ti' Titi’. Sebelum peresmian dan gunting pita dilakukan,  orang nomer satu di pamekasan beserta para tamu dan undangan, dihibur dengan pementasan tari tradisional serta pembacaan puisi seniman asal Pamekasan.

 “Sekitar 17 karya lukis serta 32 karya foto dari berbagai Komunitas yaitu Artzheimer dan Madura Photography Center (MPC), kami ingin agar seniman serta fotografer kembali bergairah dan terus berkarya,” ujar Sigit Purnomo Ketua Panitia dari Dewan Kesenian Pamekasan (DKP). Alasan memilih tema tik titik dalam pagelaran ini karena menurutnya ilmu seni rupa berawal dari titik yang jika dihubungkan akan menjadi sebuah garis. 

Apa respon pengunjung Manifesco selama grand opening? ”ini cafe mahal. idenya yang mahal. mungkin ini satu-satunya cafe di kota ini yang tak hanya serius menyuguhkan menu makan dan kopi. Tapi juga sastra dan seni.” Ujar Slamet Riyadi, salah satu penyidik di Bawaslu Pamekasan yang kebetulan menghadiri acara grand opening. 

Sekarang, warga Pamekasan atau para pelancong tahu ke mana harus datang saat ingin menyesap kopi dan ngemil kentang goreng krispi sambil membaca sastra dan menikmati seni rupa. Tak banyak pilihannya. Dan Cafe Manifesco salah satunya. (edy firmansyah)

Rabu, Maret 5

Akulah Do'a

Maka Akulah Doa


Maka akulah doa yang terpahat dari batu terkutuk.
Malam jatuh pada suara mantraku
Lalu tumbuh dusundusun tanpa penghuni ketika bulan memilih sabit
Dan kalelawar membangun sarang di gedung pencakar langit


Kudendangkan lagi koor para nelayan
Seperti Nuh yang terombang ambing badai diatas kapal
Sayupsayup terdengar suara sangkakala
Dan kematian pun hinggap!

Maka aku pun bersiap dibaca ribuan jiwa
hingga menjelma bungabunga

Madura, Maret 2008