Sastra Cafe, Seni Manifesco
Tepuk tangan pengunjung tiba-tiba bergema malam itu. Saat pita berwarna
merah putih yang terbentang di muka teras Kafe Manifesco jatuh terjuntai
setelah Bupati Pamekasan, H. Badrut Tamam, menguntingnya. Itulah sesi puncak
Grand Opening Kafe Manifesco. Sekaligus penanda bahwa kafe yang terletak di Jl.
Jalmak No. 8 Pamekasan itu resmi menjadi bagian dari laju ekonomi kabupaten
yang dulu, di masa kolonial, pernah menjadi Karesidenan Madura.
“Semoga ini menjadi salah satu ikhtiar menjemput asa menuju Pamekasan
Hebat, semoga tempat ini menjadi salah satu upaya membangkitkan segala sektor
pembangunan, termasuk ekonomi,” tegas Bupati muda yang resmi dilantik pada akhir
september tahun lalu itu dalam pidato sambutannya (15/07/19).
Sejak dilantik, orang nomer satu di Pamekasan itu memang fokus mendongkrak perekonomian daerah dengan
perputaran uang di Pamekasan sebagai salah satu target utama membuat perubahan
di kabupaten seluas 792,2 km persegi itu.
“Pemerintah kabupaten akan terus mendorong adanya usaha kreatif dan
ekonomi produktif terus tumbuh di kalangan masyarakat bawah” ujarnya. Angin malam
mendadak bersiur. Menyapu debu di halaman kafe. Dalam dingin.
Upaya pemerintah itu rupanya disambut baik oleh para pebisnis. Cafe di
Pamekasan, Madura, tumbuh bak karat di rel kereta. Menyebar mulai dari pusat
kota hingga ke pelosok-pelosok desa. Termasuk Kafe Manifesco. Namun dari banyak
kafe di Pamekasan, Manisfeco tergolong unik. Taglinenya: kopi, buku, dan ide. Menyediakan
perpustakaan gratis bagi pengunjungnya. Ada ratusan buku yang dipajang dan bisa
dibaca sambil ngopi dan ngemil kentang. Dengan berbagai judul dan tema. Juga
memberikan kebebasan untuk pengunjung dalam berekspresi, seperti membaca puisi
atau menyanyi. Dan semuanya gratis. Baca buku gratis. Baca puisi gratis. Ngeband
gratis. Makan minumnya bayar.
“Saya akan mempertahankan konsep cafe ini. Buku, kopi dan ide. Saya ingin
seni dan sastra tumbuh berkembang seiring dengan laju ekonomi” ujar pemilik Manifesco,
Achmad Maghfur, atau yang kerap disapa Mapung saat saya temui di acara talk
show seni rupa. Saya menemuinya pada malam kedua Grand Opening kafe miliknya. Dan
saya rasa pernyataan itu memang tak sekedar isapan jempol belaka.
Lihat saja acara grand openingnya yang digelar dari 15 sampai 17
Juli. Berkolaborasi dengan Dewan Kesenian Pamekasan (DKP), komunitas seni
Artzheimer, Madura Photography Center (MPC), cafe yang berdiri tepat di samping
SMPN 8 Pamekasan itu menggelar serangkaian acara seni dengan tema Ti' Titi’. Sebelum
peresmian dan gunting pita dilakukan, orang
nomer satu di pamekasan beserta para tamu dan undangan, dihibur dengan pementasan
tari tradisional serta pembacaan puisi seniman asal Pamekasan.
“Sekitar 17 karya lukis
serta 32 karya foto dari berbagai Komunitas yaitu Artzheimer dan Madura
Photography Center (MPC), kami ingin agar seniman serta fotografer kembali
bergairah dan terus berkarya,” ujar Sigit Purnomo Ketua Panitia dari Dewan
Kesenian Pamekasan (DKP). Alasan memilih tema tik titik dalam pagelaran ini
karena menurutnya ilmu seni rupa berawal dari titik yang jika dihubungkan akan
menjadi sebuah garis.
Apa respon pengunjung Manifesco selama grand opening? ”ini cafe
mahal. idenya yang mahal. mungkin ini satu-satunya cafe di kota ini yang tak
hanya serius menyuguhkan menu makan dan kopi. Tapi juga sastra dan seni.” Ujar Slamet
Riyadi, salah satu penyidik di Bawaslu Pamekasan yang kebetulan menghadiri
acara grand opening.
Sekarang, warga Pamekasan atau para pelancong tahu ke mana harus datang
saat ingin menyesap kopi dan ngemil kentang goreng krispi sambil membaca sastra
dan menikmati seni rupa. Tak banyak pilihannya. Dan Cafe Manifesco salah
satunya. (edy firmansyah)